Monday, February 10, 2014

MAKALAH PERILAKU KONSUMEN ISLAMI

PERILAKU KONSUMEN ISLAMI
MAKALAH

1.       Rumusan Masalah

Bagaimana Perilaku Konsumen Islami?
Fungsi kesejahteraan dan Utilitas oleh imam Al-Ghazali ?
Apa sajakah Faktor-faktor dan Prinsip-prinsip Konsumen Islami?

2.       Pembahasan

Perilaku konsumen (consumer behavior) mempelajari bagaimana manusia memilih di antara berbagai pilihan yang dihadapinya dengan memanfaatkan sumberdaya (resources) yang dimiliki sesuaidengan syariat islam.Perilaku konsumen juga merupakan aktivitas seseorang saat mendapatkan, mengkonsumsi, barang atau jasa (Blackwell, Miniard, & Engel, 2001).perilaku konsumen sendiri dapat di definisikan sebagai interaksi dinamis dari pengaruh dan kesadaran, perilaku, dan lingkungan dimana manusia melakukan pertukaran aspek hidupnya. Dengan kata lain perilaku konsumen mengikutkan pikiran dan perasaan yang dialami manusia dan aksi yang dilakukan saat proses konsumsi.Perilaku konsumen menitikberatkan pada aktivitas yang berhubungan dengan konsumsi dari individu. Perilaku konsumen berhubungan dengan alasan dan tekanan yang mempengaruhi pemilihan, pembelian, penggunaan barang dan jasa yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan pribadi.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok atau organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dalam mendapatkan, menggunakan barang-barang atau jasa ekonomi yang selalu berubah dan bergerak sepanjang waktu.
Fungsi Kesejahteraan dan Utilitas oleh Imam Al-Ghazali
Seorang ulama besar, Imam Al-Ghazali telah memberikan sumbangan yang besar dalam pengembangan dan pemikiran di dunia Islam.Sebuah tema yang menjadi pangkal tolak sepanjang karya-karyanya adalah konsep maslahat, atau kesejahteraan sosial atau utiliti (kebaikan bersama)..[1] Menurut Al-Ghazali, kesejahteraan (maslahah) dari suatu masyarakat tergantung kepada pencarian dan pemeliharaan lima tujuan dasar: 
(1) agama (al-dien);
(2) hidup atau jiwa (nafs);
(3) keluarga atau keturunan (nasl); 
(4) harta atau kekayaan (maal); dan intelek atau akal (aql). Ia menitik beratkan bahwa sesuai tuntunan wahyu, “kebaikan dunia ini adalah akhirat (maslahat al-din wa al-dunya) merupakan tujuan utamanya.[2]
Selanjutnya ia mengidentifikasi mengapa seseorang harus melakukan aktivitas-aktivitas ekonomi:
 (1) mencukupi kebutuhan hidup yang brsangkutan;
 (2) mensejahterakan keluarga;
 (3) membantu orang lain yang membutuhkan tidak terpenuhinya ketiga alasn ini dapat “dipersalahkan” menurut agama.[3]
Walaupun Ghazali memandang manusia sebagai “maximize” atau selalu ingin lebih, ia tidak melihat kecenderungan tersbut sebagai sesuatu yang harus dikutuk oleh agama.


Gambar:Keinginan Manusia akan Harta yang Tidak Pernah Terpuaskan

Fungi Utility ( Nilai Guna)
Dalam ilmu ekonomi tingkat kepuasan (utility function) digambarkan oleh kurva indiferen (indifference curve).Biasanyayang digambarkan adalah utility function antara dua barang (jasa) yang keduanya memang disukai oleh konsumen.
Dalam membangun teori utility function, digunakan tiga aksioma pilihan rasional:

Completeness (kelengkapan)
Aksioma ini mengatakan bahwa setip individu selalu dapat menetukan keadaan mana yang lebih disukai di antara dua keadaan. Bila A dan B adal du keadaan yang berbeda, maka individu selalu dapat menetukn secar tepat satu diatr tiga kemungkinan ini:
A lebih disukai dari pada B
B lebih disukai dari pada A
A dan B sama menariknya

Transivity
Aksioma ini menjelaskan bahwa jika seorang individu mengataka “A lebih disukai dari pada B”, dan “B lebih disukai dari pada C”, maka ia pasti akan mengatakan bahawa “A lebih disukai dari pada C.” Aksioma in sebenarnya untuk memastikan adanya konsistensi internal di dalam diri individu dalam mengambil keputusn.
Continuity ( Kelancaran)
Aksioma ini menjelaskan bahwa seorang individu mengatakan “A lebih disukai dari pada B”, maka keadaan yang mendekati A pasti juga lebih disukai dari pada B.
Ketiga asumsi ini dapat kita terjemahkan ke dalam bentuk geometris yang lebih sering kita kenal dengan kurva indiferen (selanjutnya kita tulis IC).[4]


Kurva Indifference dengan Utility Berbeda

Semua kombinasi titik pada kurva indifference yang sama memilliki tingkat kepuasan yang sama, tingat kepuasan pada titk A sama dengan tingkat kepuasan B atau C yaitu pada U1, sedengkan titik D dan E memberikan tingkat kepuasan yang sama yaitu U2. Jadi dapat disimpulkan bahwa:
Gabungan yang digambarka oleh kurva yang berada di bawah kurva yang pertama adalah lebih sedikit jumlahnya. Ini berarti kepuasan lebih sedikit yang diperoleh.
Gabungan yang digambarkan oleh kurv yang berada di atas kurva yang pertama adalah lebih banyak jumlahnya. Maka kepuasan dari mengkonsumsinya lebih banyak.[5]

Tingkat Substitusi Marginal
Tingkat subtitusi marginal merupakan jumlah sesuatu barang yang perlu diturunkan konsumsinya untuk memperoleh satu unit barang lain yang akan ditambah konsumsinya.[6]

Halal dan Haram
Sifat setiap komoditas tidak sama, yakni ada yng halal dan ada pula yang haram. Kesejahteraan konsumen akan meningkat jika ia mengkonsumi lebih banyak barang yang bermanfaat, halal dan mengurangi mengkonsumsi barang yang buruk atau haram dalam Islam sudah jelas dan cukup rinci mengklasifikasikan mana yang barang halal dan mana barang yang buruk. Islam juga melarang untuk mnghalalkan apa yang sudah ditetapkan haram dan mengharamkan apa-apa yang sudah apa-apa yang sudah menjadi halal.[7]
“Hai orang-orang yang beriman, jangan kamu mengharamkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah  kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.” QS Al-Maa’idah [5];87-88)



  1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumen, Faktor-faktor yang mempengaruhi seorang konsumen sebagai berikut:
Faktor Kebudayaan
Ras, kelompok bagi para aggotanya. Ketika sub-besar dan cukup makmur, perusahaan akan sering merancang pemasaran yang cermat budaya, sub-budaya, dan kelas social sangat penting bagi perilaku pembelian. Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku pembentuk pling dasar.Anak-anak yangm sedang tumbuh menapakan seperangkat nilai, persepsi, prefensi dan perilaku dari keluarga danlembaga-lembaga penting lainnya.Masing-masing budaya tediri dari sub-budaya yang lebih menampakkan identifkasi dan sosialisasi khusus bagi para anggotanya.Sub-budaya mencakup kebangsaan, suku, agama budaya menjadi disna.

Faktor Sosial
Selain faktor budaya, perilaku konsumen di pengaruhi oleh faktor-faktor sosial, seperti kelompok acuan, keluarga, peran, dan status sosial.Kelompok acuan terdiri dari semua kelompok yang memiliki pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku orang tersebut.
Keluarga meruapkan organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat dan para anggota keluarga menjadi kelompok acuan primer yang paling berpengaruh.
Peran dan status social seseorang menunjukkan kedudukan orang itu setiap kelompok social yang ia tempati. Peran meliputi kegiatan yang diharapkan akan dilakukan oleh seseorang. Msing-masing peran menghasilkan status.

Faktor Pribadi
Keputusan membeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi. Karakteristik tersebut meliputi usia dan tahap dalam siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, kepribadian dan konsep diri, juga nilai dan gaya hidup konsumen.
  
Faktor Psikologis
Titik awal untuk memahami perilaku konsumen adalah adanya rangsangan pemasaran luar seperti ekonomi, teknologi, politik, budaya. Satu perangkat psikologi berkombinasi dengan karakteristik konsumen tertentu untuk menghasilkan proses keputusan dan keputusan pembelian. Tugas pemasar adalah memahami apa yang terjadi dalam kesadaran konsumen antara datangnya rangsangan pemasaran luar dengan keputusan pembelian akhir. Empat proses psikologis (motivasi, persepsi, ingatan dan pembelajaran) secara fundamental, mempengaruhi tanggapan konsumen terhadap rangsangan pemasaran.

2.Prinsip-Prinsip Konsumsi dalam Islam
Menurut Manan, ada 5 prinsip konsumsi dalam islam :

Prinsip Keadilan, prinsip ini mengandung arti ganda mengenai mencari rizki yang halal dan tidak dilarang hukum.

Prinsip Kebersihan,  makanan harus baik dan cocok untuk dimakan, tidak kotor ataupun menjijikkan sehingga merusak selera.

Prinsip Kesederhanaan, prinsip ini mengatur perilaku manusia mengenai makan dan minuman yang tidak berlebihan Firman Allah dalam QS : Al-A’raaf  :31

Prinsip kemurahan hati, dengan mentaati perintah Islam tidak ada bahaya maupun dosa  ketika kita memakan dan meminum makanan halal yang disediakan Tuhannya. Firman Allah dalam QS : Al-Maidah : 96

Prinsip moralitas, seorang muslim diajarkan untuk menyebut nama Allah sebelum makan dan menyatakan terima kasih kepadanya  setelah makan.

DAFTAR PUSTAKA
Karim, Adimarwan A., Ekonomi Mikro Islam, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008.
Sukirno, Sadono, Teori Pengantar Mikro Ekonomi, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005.
Karim, Adiwarman A., Ekonomi Mikro Islam, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008.




[1] Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islam. edisi Ketiga hlm. 61.
[2] Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin. dalam Adirawan A. Karim, ekonomi Mikro Islam.
[3]Abu Hamid Al-Ghazali, op-cit.,dalam Adirawan A. Karim, ekonomi Mikro Islam, halm. 63.
[4] Adiwarman A. Karim, ekonomi Mikro Islam, halm.64-65.
[5] Sadono Sukorno, Teori Pengantar Mikro Ekonomi, hlm. 173.
[6]Ibid, halm. 184.                                                                                                                                                                                  
[7]Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islam, halm.68.

Thursday, February 6, 2014

HADITS PADA MASA SHABAT DAN TABI’IN

HADITS PADA MASA SHABAT DAN TABI’IN



Hadits Pada Masa Sahabat
                Kondisi pada masa shabat (khulafa’urrasyidin) perhatian mereka masih terfokus pada pemeliharan dan penyebaran Al-qur’an,dengan demikian maka penulisan hadits belu begitu berkembang ,
            Shabat Abu bakar amat ketat dalam periwayatan hadits,namun beliau tidak antipati terhadap penulisan hadits,bahkan untuk kepentingan tetentu ,hadits nabi juga di tulis , beda dengan shabat umar beliau terus menerus mempertimbangkan penulisan hadits ,sikap kehatia-hatian kedua shabat tersebut ,juga diikuti oleh Utsman dan Ali.
            Pada masa ini juga belum ada usaha secara resmi untuk menghimpun hadits dalam suatu kitab di karnakan sebagai berikut :
1.      Agar tidak memalingkan perhatian umat islam dalam mempelajari Al-qur’an
2.      Para sahabat yang banyak menerima hadits dari Rasul sudah tersebar ke beberapa daerah kekuasaan islam,sehingga ada kesulitan mengumpulkan mereka secara lengkap.
3.      Soal membukukan hadits,di kalangan sahabat terjadi perselisihan soal lafadz dan ke sahehanya.
Hadits pada Masa tabi’in                            
            Sebagaimana para sahabat ,tabi’in juga sangat berhati-hati dalam meriwayatkan hadits,akan tetapi mereka tidak seberatpara sahabat karna Al-Qur’an sudah di bukukan dalam sebuah mushaf,sehingga tidak adakekhawatiran antara tercampurnya  Al-Ouer’an dengan  hadits, mereka para tabi’in dalam memelihara hadits dengan cara menghafal dan menulis hadits,
               Di antara tabi’in besar yang menulis Hadits yang di terimanya ialah: Abban Bin Usman bin Affan, Ibrahim bin yazid, Abu salamah bin abdurrahman, Abi  Qilabah, Ummu Darda’ Junail Binti yahya,Zabir bin zaid, dll
               Sedangkan tabi’in kecil yang menulis hadits yang di terimanya ialah: Ibrahin bin abdullah, Ismail bin Abi khalid , Bagir bin Abdillah  al Sayajj,dll
Pada masa tabi’in terjadi persoalan yang sangat pelik secara langsung maupun tidak langsung cukup memberikan pengaruh baik positif maupun negatif bagi  perkembangan hadits berikutnya, pengaruh langsung yang bersifat negatifnya adalah munculnya hdits-hadits palsu.adapun positifnya adalah mendorong lahirnya rencana dan usaha diadakanya kodifikasi hadits upaya menyelamatkan hadits dari pemusnahan dan pemalsuan hadits,
                                                                                    Nama : Didi Mahdi (141232669)
KODIFIKASI HADITS
Hadits pada masa kodifikasinya
           Kodifikasi atu tadwin hadits artinya pencatatan , penulisan atau pembukuan.menurut  Al Zahrani tadwin ialah mengikat yang berseak-serak kemudian mengumpulkanya menjadi satu diwan atau kitab yaang terdiri dari lembaran-lembaran.
1.Permulaan Zaman pembukuan hadits (abad II H)
            Pembukuan hadits secara resmi di mulai pada masa Khalifah Umar bi Abdul Aziz,melalui intruksinya kepada abu bakarbin Muhammad bin Amr bin hasyim
           Sebab-sebab khalifah Umar bin Abdul Aziz berinisiatif membukukan hadits yaitu :
1.beliau khawatir akan hilang dan lenyapnya hadits dari bendaharaan masyarakat di sebabkan hadits belum di bukukan
2.kemauan keras beliau untuk membersihkan dan memelihara hadist dari hadits maudhu’
3alasan AlQuran sudahdi dewankan jadi tidak khawatirlagi tercampur
4.beliau khawatir hilangnya hadits dengan meninggalnya para ulama di medan perang.
             Di antara ulama yang berhasil membukukan hadits adalah:
a.Malik bi Anas(93-179 H ) di Madinah dengan karyanya Al-Muatta’
b.Imam Safi’i dengan karyanya musnad assafi’i dan mukhtalif Al badith
c.Muhammad ibn Ishaq (150 H )dengan karyanyaAl-maghazy wal siyar
           pada abad ke dua ini masih bercampurantara hadits-hadits rasulullah dengan fatwa-fatwa sahabat dan tabi’in ,sehingga kitab-kitab hadits mereka belum diseleksi hadits yang marfu’,mauquf, dan maqthu’ serta hadits sahih hasan dan da’if.
2.periode penyeleksian dan pentashihan hadits (abad III H)
        Pada abad ini kitab-kitab hadits sudah memisahkan antara fatwa-fatwa dan hadits ,namun demikian belum memisahkan antara hadits saheh ,hasan, dan dha’if.
          Para ulama pda abad ini munyusun kitab hadits secara musnad,diantaranya adalah :Abdul asad bin Musaal Mawi, Nua’im ibn hammad ,ahmadibn hambal, Usman ibn Abi saibah.
         Ulama yang memulai memisahkan hadits-hadits sahih dan tidak adalah Ishaq Ibn Rahawaih,yang kemudian dilaksanakan dengan sempurna oleh imam Bukhary dengan menyusun kitab al-jaki’ al sahih,kemudian di teruskan oleh Abu husain muslim bin ak hajaj al kusairy an nasbury (imam muslim) dengan kitabnya alal jami’ as sahih,dan empat sunan lainya.
        Dengan dua al kitab dan empat sunan disini ada enam kitab yang dijadikan induk , standar, ataw tempat untuk merajuk kitab-kitab lainya yang datang sesudahnya yang terkenal dengan dengan kutub as sittah, menurut ulama dapat diurutkan dengan kualitasnya yaitu :
1.al-jami al sahih karya imam Bukhary
2.Al jami’ as sahih karya imam muslim
3.sunan Abu Daud
4.As sunan at Turmudzi
5.as Sunan an Nasa’i
6.As sunan Ibn Majjah

        Pada masa ini para ulama membagi hadits ke beberapa derjat yang sahih,hasan dan dho’if.